Kamis, 13 November 2014

MAKALAH TafsirBil Ma’tsur, Tafsir Bir Ra’yi dan Tafsir Isyari

MAKALAH
TafsirBil Ma’tsur, Tafsir Bir Ra’yi dan Tafsir Isyari
Kelompok : 1
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas:
mata kuliah ‘Ulumul Qur’an II
Dosen pengampu: Afiful Ikhwan,M.Pd.I









Oleh:
Ardian Cahya Wirawan               ( 2013471883)
Siti Maslikah                                   (  2013471958 )
Dzafid Humaidy                             ( 2013471922  )

Prodi Pendidikan Agama Islam / Madin B semester III
Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Tulungagung
Tulungagung

September 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul Tafsir Bil Ma’tsur, Tafsir Bir Ra’yi Dan Tafsir Isyari” sebagai salah satu tugas yang harus diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna melaksanakan tugas mata kuliah Ulumul Qur’an II Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Tulungagung.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1.      Bapak Nurul Amin,M.Ag, Selaku ketua STAI Muhammadiyah Tulungagung
2.      Bapak Afiful Ikhwan, M.Pd.I., selaku dosen penganpu Ulumul Qur’an II, STAI Muhammadiyah Tulungagung
3.      Pihak-pihak terkait yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Makalah  ini.

Dalam penuisan Makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bermanfaat pula bagi dunia pendidikan khususnya pelaksanaan pembelajaran di STAI Muhammadiyah Tulungagung.

              Tulungagung, 10 September 2014




 

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang masalah................................................................... 3
B.     Rumusan Masalah............................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A.      Pengertian Tafsir Bil Ma’tsur, Tafsir Bir Ra’yi dan Tafsir Isyari..... 4
B.       Tokoh Tokoh Tafsir Bil Ma’tsur, Tafsir Bir Ra’yi
 dan Tafsir Isyari ............................................................................. 5
1.      Ibnu Jarir at-Thabari............................................................. 5
2.      Ibnu Katsir........................................................................... 6
3.      As – Suyuthi........................................................................ 8
4.      Az –Zamakhsyari................................................................. 9
5.      Al- Qurthubi......................................................................... 11
6.      Al – Alusi............................................................................. 11

BAB III PENUTUP
          KESIMPULAN...................................................................................... 12
          DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 13





BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang Masalah
Memperhatikan semakin majunya media di dunia ini pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Baik itu media masa, surat kabar maupun elektronik. Yang mana dampak positifnya adalah semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan baik bersifat keagamaan atau umum. Dan disini yang paling pokok mengenai tafsir Al-qur’an, yang mana bila dikembalikan kepesatnya perkembangan ilmu pendidikan yang saat ini kita rasakan adalah rasio (akal) lah yang menjadi tolak ukur terhadap suatu hal. Yang itu dinilai dari kemaslahatanya, maka kalau dikenakan pada Al-qur’an dengan tujuan Li-tafsir, maka itu tidak pas. Karena kita masih memiliki hadits nabi dan juga qoul sahabat dan tabi’in yang menjelaskan atau menerangkan tentang isi kandungan Al-qur’an dan juga guna mempertegas perbedaan antara Taksir dengan riwayat dan juga dengan akal.
Penafsiran terhadap al-Qur`an mempunyai peranan yang sangat besar dan penting bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Oleh karena itu sangat besar perhatian para ulama untuk menggali dan memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab suci ini. Sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan corak dan metode penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran al-Qur`an serta corak pemikiran para penafsirnya sendiri.Dalam makalah yang singkat ini penulis berusaha membahas tentang Tafsiral-Isyari: Pengertian, bentuk-bentuk, contoh-contoh dan corak pemikirannya, perdebatan ulama mengenai jenis ini, serta analisis mengenai kelebihan dan kelemahannya.
b.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan karakteristiknya?
2.      Siapa saja tokoh tokohnya??


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tafsir Bil Ma’tsur, Tafsir Bir Ra’yi dan Tafsir Isyari
Jika kita mendalami tentang penafsiran maka, hal yang paling penting yang tiak dapat dihindari adalah berbicara mengenai periodisasi penafsiran, sebab dalam penafsiran al-qur’an khususnya dengan bentuk bi al-riwayah akan terus bersinggung dengan sejarah bagaimana pada masa itu nabi, sahabat dan tabi’in dengan menafsirkan al-qur’an. Dengan demikian, akan ada pemaparan mengenai bagaimana sejak zaman nabi tafsir sudah mulai di budayakan di kalangan pemeluknya.Sudah menjadi sunnatullah bahwasanya seorang Rasul harus bisa mengkomunikasikan apa yang akan menjadi risalahnya kepada umat, sedangkan Rasulullah saw diutus untuk bangsa Arab sehingga secara tidak langsung dialek yang di gunakan adalah bahasa Arab. Tafsir qur’an bil qur’an sudah diawali pada masa Nabi. Nabi dalam menafsiri ayat al-qur’an hanya menggagas yang rumit-rumit yang belum bisa dipahami oleh Sahabat pada waktu itu. Walaupun pada masa itu para Sahabat sudah sangat mengerti gramatikal Arab. Hal itu sesuai dengan surat an-Nahl ayat 44, yang kurang lebh penjelasanya setiap ayat yang turun, beliau (nabi) langsung menyampaikan dan menjelaskan kepada para Sahabat.[1]
Ra’yi berarti keyakinan (I'tiqad), dan Ijtihad. Ra’yi dalam terminologi tafsir berarti Ijtihad. Sedangkan menurut terminologi tafsir birra'yi didefinisikan oleh Manna Qathan, sebagai berikut :
التفسير بالرأى هو ما يعتمد فيه المفسر فى بيان المعنى على فهمه الخاص واستنباطه بالرأي المجرد-وليس منه الفهم الذى يتفق مع روح الشريعة
“Tafsir Birra’yi ialah tafsir yang didalam menjelaskan maknanya mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbath) yang didasarkan pada ra’yu semata yakni bukan pemahaman yang sesuai dengan ruh syari’ah.”[2]
Dengan demikian, tafsir birra’yi adalah tafsir yang penjelasannya diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir yang telah mengetahui bahasa arab dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta problema penafsiran seperti asbab an-nuzul, nasakh-mansukh, dan sebagainya. Pengertian tersebut juga seperti yang didefinisikan Husen Adz-dzahabi [3]
Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyari adalah takwil Al Quran berbeda dengan lahirnya lafal atau ayat, karena isyarat-isyarat yang sangat rahasia yang hanya diketahui oleh sebagian ulul ‘ilmi yang telah diberi cahaya oleh Allah swt dengan ilham-Nya. Atau dengan kata lain, dalam tafsirul isyari seorang Mufassir akan melihat makna lain selain makna zhahir yang terkandung dalam Al Qur’an. Namun, makna lain itu tidak tampak oleh setiap orang, kecuali orang-orang yang telah dibukakan hatinya oleh Allah SWT.[4]
Tafsir Isyari menurut Imam Ghazali adalah usaha mentakwilkan ayat-ayat Alquran bukan dengan makna zahirnya malainkan dengan suara hati nurani, setelah sebelumnya menafsirkan makna zahir dari ayat yang dimaksud.[5]

B.     Tokoh Tokoh Tafsir Bil Ma’tsur, Tafsir Bir Ra’yi dan Tafsir isyari
1.      Ibnu Jarir at-Thabari
Ibnu Jarir at-Tabari adalah seorang ahli tafsir terkenal dan sejarawan terkemuka.[6] Nama lengkap at-Tabari adalah Abu Ja’far Muhammad Ibnu Ja’far Ibnu Yazid Ibnu Kas|ir.[7] Ibnu Ghalib at-Tabari (selanjutnya disebut dengan at-Tabari). Ia di lahirkan di Amul ibu kota T{abaristan, kota ini merupakan salah satu propinsi di Persia dan terletak di sebelah utara gunung Alburz, selatan laut Qazwin. Pada tahun 224/225H atau sekitar tahun 839-840. ketidakpastian tahun kelahirannya disebabkan sistem penanggalan tradisional saat itu menggunakan kejadian-kejadian besar dan bukan dengan angka. Ia memperoleh gelar Abu Ja’far sebagai tanda penghormatan atas kepribadiannya yang sesuai dengan tradisi orang-orang yang menggelari para pemuka dan para pemimpin mereka. Sedangkan kata Ja’far merupakan sebutan bagi sungai yang besar dan luas.
At-Tabari hidup pada masa Islam berada dalam kemajuan dan kesuksesan dalam bidang pemikiran. Iklim seperti ini secara ilmiyah mendorongnya mencintai ilmu semenjak kecil. at-Tabari juga hidup dan berkembang dilingkungan keluarga yang memberikan perhatian besar terhadap masalah pendidikan terutama bidang keagamaan. Mengkaji dan menghafal al-Qur’an merupakan tradisi yang selalu ditanamkan dengan subur pada anak keturunan mereka termasuk at-Tabari.
Karya-karya Ibnu Jarir at-Tabari
Dalam dunia ilmu pengetahuan, ia terkenal tekun mendalami bidang-bidang ilmu yang dimilikinya, juga gigih dalam menambah ilmu pengetahuan. Sehingga dengan itu, banyak bidang ilmu yang dikuasainya. Di samping itu, ia mampu menuangkan ilmu-ilmu yang dikuasainya ke dalam bentuk tulisan. Kitab-kitab karangannya mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir, hadis|, fikih, tauhid, ushul fikih, dan ilmu-ilmu bahasa Arab, juga ilmu kedokteran.[8]
2.      Ibnu Katsir
Ismail bin Katsir (bahasa Arabإسماعيل بن كثير) (gelar lengkapnya Ismail bin 'Amr Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi, Imaduddin Abu Al-Fida Al-Hafizh Al-Muhaddits Asy-Syafi'i) adalah seorang pemikir dan ulama Muslim. Namanya lebih dikenal sebagai Ibnu Katsir. Ia lahir pada tahun 1301 di BusraSuriah dan wafat pada tahun 1372 di Damaskus, Suriah.[9]
Ibn Katsir tumbuh besar di kota Damaskus. Di sana, beliau banyak menimba ilmu dari para ulama di kota tersebut, salah satunya adalah Syaikh Burhanuddin Ibrahim al-Fazari. Beliau juga menimba ilmu dari Isa bin Muth’im, Ibn Asyakir, Ibn Syairazi, Ishaq bin Yahya bin al-Amidi, Ibn Zarrad, al-Hafizh adz-Dzahabi serta Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Selain itu, beliau juga belajar kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mizzi, salah seorang ahli hadits di Syam. Syaikh al-Mizzi ini kemudian menikahkan Ibn Katsir dengan putrinya. Selain Damaskus, beliau juga belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para ulama di sana.[10]



Karya-karya Ibnu Katsir

Ilmu tafsir

Ibnu Katsir menulis tafsir Qur'an yang terkenal yang bernama Tafsir Ibnu Katsir. Hingga kini, tafsir Alquran al-Karim sebanyak 10 jilid ini masih menjadi bahan rujukan sampai sekarang dalam dunia Islam. Di samping itu, ia juga menulis buku Fada'il Alquran (Keutamaan Alquran), berisi ringkasan sejarah Alquran.
Ibnu Katsir memiliki metode sendiri dalam bidang ini, yakni:
  1. Tafsir yang paling benar adalah tafsir Alquran dengan Alquran sendiri.
  2. Selanjutnya bila penafsiran Alquran dengan Alquran tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan dengan hadits Nabi Muhammad, sebab menurut Alquran sendiri Nabi Muhammad memang diperintahkan untuk menerangkan isi Alquran.
  3. Jika yang kedua tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan oleh pendapat para sahabat karena merekalah orang yang paling mengetahui konteks sosial turunnya Alquran.
  4. Jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka pendapat dari para tabiin dapat diambil.

Ilmu hadits

Ibnu Katsir pun banyak menulis kitab ilmu hadis. Di antaranya yang terkenal adalah :
  1. Jami al-Masanid wa as-Sunan (Kitab Penghimpun Musnad dan Sunan) sebanyak delapan jilid, berisi nama-nama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis;
  2. Al-Kutub as-Sittah (Kitab-kitab Hadis yang Enam) yakni suatu karya hadis;
  3. At-Takmilah fi Mar'ifat as-Sigat wa ad-Dhua'fa wa al-Mujahal (Pelengkap dalam Mengetahui Perawi-perawi yang Dipercaya, Lemah dan Kurang Dikenal);
  4. Al-Mukhtasar (Ringkasan) merupakan ringkasan dari Muqaddimmah-nya Ibn Salah; dan
  5. Adillah at-Tanbih li Ulum al-Hadits (Buku tentang ilmu hadis) atau lebih dikenal dengan nama Al-Ba'its al-Hadits.

Ilmu sejarah

Bidang ilmu sejarah juga dikuasainya. Beberapa karya Ibnu Katsir dalam ilmu sejarah ini antara lain :
  1. Al-Bidayah wa an Nihayah (Permulaan dan Akhir) atau nama lainnya Tarikh ibnu Katsir sebanyak 14 jilid,
  2. Al-Fusul fi Sirah ar-Rasul (Uraian Mengenai Sejarah Rasul), dan
  3. Tabaqat asy-Syafi'iyah (Peringkat-peringkat Ulama Mazhab Syafii).
Kitab sejarahnya yang dianggap paling penting dan terkenal adalah Al-Bidayah. Ada dua bagian besar sejarah yang tertuang menurut buku tersebut, yakni sejarah kuno yang menuturkan mulai dari riwayat penciptaan hingga masa kenabian Rasulullah SAW dan sejarah Islam mulai dari periode dakwah Nabi ke Makkah hingga pertengahan abad ke-8 H. Kejadian yang berlangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun kejadian tersebut. Tercatat, kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah merupakan sumber primer terutama untuk sejarah Dinasti Mamluk di Mesir. Dan karenanya kitab ini seringkali dijadikan bahan rujukan dalam penulisan sejarah Islam.

Ilmu fiqih

Dalam ilmu fiqih, Ibnu Katsir juga tidak diragukan keahliannya. Oleh para penguasa, ia kerap dimintakan pendapat menyangkut persoalan-persoalan tata pemerintahan dan kemasyarakat yang terjadi kala itu. Misalnya saja saat pengesahan keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 serta upaya rekonsiliasi setelah perang saudara atau peristiwa Pemberontakan Baydamur (1361) dan dalam menyerukan jihad (1368-1369). Selain itu, ia menulis buku terkait bidang fiqih didasarkan pada Alquran dan hadis.
3.      As – Suyuthi
Jalaluddin as-Suyuthi (bahasa Arabجلال الدين السيوطي) (gelar lengkapnya Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari; lahir 1445 (849H) - wafat 1505 (911H)) adalah seorang ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada abad ke-15 di KairoMesir.[11]

Karya karya As – Suyuthi
Semasa hidupnya, Imam Suyuthi menulis banyak buku tentang berbagai hal, seperti hadits, Al-Quran, bahasa, hukum Islam, dan lainnya. Berikut adalah beberapa karya tulisnya yang terkenal:
  1. Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, kitab tafsir yang menjelaskan bagian-bagian penting dalam ilmu mempelajari al-Qur'an
  2. Tafsir al-Jalalain, yang ditulis bersama Jalaluddin al-Mahalli
  3. Jami' ash-Shagir, merupakan kumpulan hadits-hadits pendek
  4. Al-Asybah wa an-Nazhair, dalam ilmu qawa'id fiqh
  5. Syarh Sunan Ibnu Majah, merupakan kitab yang menjelaskan kitab hadits sunan ibnu majah
dan masih ada kitab lainnya[12]
4.      AZ-ZAMAKHSYARI
Dia adalah Abul Qasim Mahmud Bin Umar Al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari. Di lahirkan pada 27 Rajab 467 H. Di Zamakhsyar, sebuah perkampungan besar di kawasan khawarizmi (Turkistan). Dia mulai belajar di negeri sendiri, kemudian di Bukhara, dan belajar sastra kepada Syeih Mansyur Abi Mudhar. Kemudian pergi ke Mekkah dan menetap cukup lama sehingga memperoleh julukan Jarullah (Tetangga Allah). Dan selama tinggan di kota Mekkah itulah dia menulis Al-Kasysyaf ‘An Haqa’iqit Tanzil Wa ‘Unuyil Aqawil Fi Wujuhit Ta’wil. Dia wafat pada 538 H, di Jurjaniah Khawarizm setelah kembali dari Mekkah.
Beliau termasuk tokoh aliran Muktazilah yang membela mati-matian madzhabnya. Ia memperkuatnya dengan kekuatan hujjah yang dimilikinya.
Dalam hal ini, imam adz-Dzahabi di dalam kitabnya “al-Miizaan” (IV:78) berkata, “Ia seorang yang layak (diambil) haditsnya, tetapi ia seorang penyeru kepada aliran muktazilah, semoga Allah melindungi kita. Karena itu, berhati-hatilah terhadap kitab Kasysyaaf karyanya.”[13]

Karya karya AZ-ZAMAKHSYARI
Zamakhsyari adalah salah seorang imam dalam bidang ilmu bahasa, ma’anai dan bayan. Dia juga merupakan ulama yang genius dan sangat ahli dalam bidang ilmu nahwu, bahasa, sastra dan tafsir. Pendapat-pendapatnya tentang ilmu bahasa arab diakui dan dipedomani oleh para ahli bahasa karena keorisinilan dan kecermatannya.
Bagi orang yang membaca kitab-kitab ilmu nahwu dan balaghah tentu sering menemukan keterangan-keterangan yang di kutip dari Zamakhsyari sebagai hujjah. Misalnya mereka mengatakan “Zamakhsyari telah berkata dalam kitab al-kasysyaf atau dalam asasul balaghah...” Ia adalah orang yang mempunyai pendapat dan hujjah sendiri dalam banyak masalah bahasa arab, bukan tipe orang yang suka mengikuti langkah orang lain yang hanya menghimpun atau mengutip saja, tetapi dia mempunyai pendapat orisinil yang jejaknya di tiru dan diikuti oleh banyak orang. Dia menpunyai banyak karya dalam bidang hadits, tafsir, nahwu, bahasa, ma’ani dan lain sebagainya. Diantara karangannya adalah :
• Al-Khasysyaf, tentang Tafsir Al-Qur’an
• Al-Fa’iq, tentang Tafsir Hadits
• Al-Minhaj, tentang Ushul
• Al-Mufassal, tentang Nahwu
• Asasul Balaghah, tentang Bahasa
• Ru’usul Masailil Fiqhiyah, tentang Fiqh

.           Kitab al-khasysyaf karya az-Zamakhsyari adalah sebuah kitab tafsir paling masyhur diantara sekian banyak tafsir yang disusun oleh mufassir bir-ra’-yi yang mahir dalam bidang bahasa. Al-alusi, Abus Su’ud, an-Nasafi dan para mufassir lain banyak mengutib dari kitab tersebut, tetapi tanpa menyebut sumbernya[14]

5.      Al- Qurthubi
Al-Qurthubi atau Qurtubi adalah seorang Imam, Ahli hadits, Alim, dan seorang mufassir (penafsir) Al-Qur'an yang terkenal. Nama lengkapnya adalah "Abu 'Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr Al-Anshari al-Qurthubi" (Arabأبو عبدالله القرطبي). Dia berasal dari Qurthub (Cordoba, Spanyol) dan mengikuti mahzab fiqih Maliki. Dia sangat terkenal melalui karyanya sebuah Kitab Tafsir Al-Qur'an, yang dikenal sebagai Tafsir Al-Qurthubi. Imam Qurthubi meninggal dunia dan dimakamkan di Mesir, pada Senin, 09 Syawal tahun 671 H.[15]
Karya karya Al-Qurthubi
Karya Imam Qurthubi yang paling terkenal adalah sebuah tafsir Al-Qur'an yang diberinya judul “Al-Jami’ liahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan” atau yang lebih dikenal sebagai Tafsir Qurthubi saja. Kitab ini tergolong besar yang terdiri hingga 20 jilid. Kitab tafsir ini merupakan salah satu tafsir terbesar dan terbanyak manfaatnya dalam sejarah Islam. Didalamnya penulis tidak mencantumkan kisah-kisah atau sejarah, Penulis memfokuskan dalam menetapkan hukum-hukum al-Qur’an, melakukan istimbath atas dalil-dalil, menyebutkan berbagai macam qira’ati’rabnasikh dan mansukh.[16]
6.      Al – Alusi
Al-Alusi yang nama lengkapnya adalah Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi , Syihabuddin, Abu al-Tsana, dilahirkan di pinggir Kurh, Bagdad, sebelum Dzhuhur pada hari Jum’at, bertepatan dengan tanggal 14 Sya’ban 1217 Hijriah (1802 M). Ia seorang ahli tafsir, hadis, sastrawan, dan pembaharu dari Baghdad. Sudah menjadi keharusan ulama terdahulu dan kebiasaan masyarakat Arab Islam, bahwa setiap anak diharuskan untuk mulai belajar membaca dan menghafal al-Qur’an. Alusi pun mulai menghafal al-Qur’an semenjak ia berumur lima tahun dibawah bimbingan syekh al-Malâ Husain al-Jabûri. Sejalan dengan bertambah umurnya, ia pun terus belajar dan membaca teks-teks warisan ulama sebelumnya di bawah bimbingan ayahnya, sehingga sebelum mencapai umur sepuluh tahun, ia telah mempelajari beberapa cabang ilmu pengetahuan, fikih syafi’iyah dan hanafiyah, mantiq, dan hadis.[17]
Karya karya Al – Alusi
Diantara karya-karya yang ditulis al-Alusi adalah: Rûhu al-Ma’âni fî Tafsîri al-Qur’an al-‘Adzîm wa al-Sab’i al-Matsâni, Hasyiah Syarh al-Qhatr, Kasyf al-Turrah ‘an al-Ghurrah, Al-Fayid al-Wârid ‘alâ Raudhi Murtsiyat Maulânâ Khâlid, Al-Thirâz al-Madzhab fî Syarh Qashidat al-Bâz al-Asyhab, Al-Kharîdah al-Ghaibiyah fî Syarh al-Qashîdah al-‘Ainiyah, Hasyiah Abdil Malik bin ‘Ishâm fî ‘Ilm al-Isti’ârah, Al-Bayân Syarh al-Burhân fî Ithâ’at al-Sulthân, Al-Ajwibah al-‘Irâqiyyah ‘alâ al-Asilat al-Lâhûriyyah, Sufrat al-Zâd li Safarat al-Jihâd, Al-Ajwibah al-‘Irâqiyyah li al-Asilat al-Îrâniyyah, Al-Nafahât al-Qudsiyyah fî al-Raddi ‘alâ al-Imamiyyah, Nahju al-Salâmah ilâ Mabâhits al-Imâmah, Syahyu al-Naghm fî Tarjamat Syaikh al-Islâm Arif al-Hakam, Nasywat al-Syumûl fî al-Safr ilâ Istanbûl, Nasywat al-Madâm fî al-Aud ilâ Madînat al-Salâm, Gharâib al-Ightrâb wa Nuzhat al-Albâb, Al-Maqâmât, Anbâu al-Abnâ bi Athyabi al-Anbâ, Al-Ahwâl min al-Akhwâl, Qhutfu al-Zahri min Raudhi al-Shabr, Zajru al-Maghrûr ‘an Rajzi al-Ghurûr, dan Saj’u al-Qamariyyah fî Rub’i al-Umriyyah.[18]




BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Mendalami tentang penafsiran maka, hal yang paling penting yang tiak dapat dihindari adalah berbicara mengenai periodisasi penafsiran, sebab dalam penafsiran al-qur’an khususnya dengan bentuk bi al-riwayah akan terus bersinggung dengan sejarah bagaimana pada masa itu nabi, sahabat dan tabi’in dengan menafsirkan al-qur’an. Dengan demikian, akan ada pemaparan mengenai bagaimana sejak zaman nabi tafsir sudah mulai di budayakan di kalangan pemeluknya.
Penafsiran terhadap al-Qur`an mempunyai peranan yang sangat besar dan penting bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Oleh karena itu sangat besar perhatian para ulama untuk menggali dan memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab suci ini. Sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan corak dan metode penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran al-Qur`an serta corak pemikiran para penafsirnya sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (1996), Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI.
metodologi tafsir (2009) ,Makalah IAIN sunan ampel
      Syaikh Muhammad Ali Ash Shobuni, At Tibyan fi Ulum Al Qur’an, Maktabah Rahmaniyah, Lahore Pakistan.
      Imam Az Zarkasyi, Al Burhan fi Ulum Al Qur’an.
       Syaikh Muhammad Abdul Adzim Az Zarqani, Manahilul’irfan fi ulum Al Qur’an, Daar Ihya at Turats al Arabi Cet.II, Beirut Libanon.
       Syaikh Jaadul Haqq Ali Jaadul Haqq, Min Ahkam Al Qur’an wa Ulumihi, Darush Shidq, Islamabad Pakistan.
Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir, Berinteraksi dengan Alquran versi Imam Al-Ghazali,(Bandung: Citapusaka Media, 2007
Dewan Redaksi Departemen Agama, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Anda Utama, 1993